100% FREE

Senin, 16 Mei 2011

Sekolah (Masih) Menjadi Penentu Kelulusan Siswa

Penyeragaman selalu mendatangkan pro dan kontra di masyarakat. Salah satu contohnya adalah ujian nasional (unas) yang menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2010 adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional.
Tahun sebelumnya kriteria kelulusan siswa hanya berdasar pada ujian nasional semata, di mana siswa belajar selama tiga tahun, tetapi kelulusan siswa ditentukan dalam waktu (hanya) empat hari, yaitu pada saat ujian nasional berlangsung. Namun, pada tahun 2011 ini syarat kelulusan seorang siswa tidak hanya ditentukan dari hasil ujian nasional semata. Namun, sekolah juga berperan dalam penentuan kelulusan karena nilai akhir yang akan menentukan kelulusan peserta didik diambil dari 40 persen nilai sekolah/madrasah (nilai S/M) dan 60 persen dari nilai ujian nasional (nilai UN), atau dengan rumus sebagai berikut:

Nilai Akhir = ( 0,6 x nilai UN ) + ( 0,4 x Nilai Sekolah )

Nilai sekolah dihitung dari 0,6 nilai rata-rata ujian sekolah dan 0,4 nilai rapor semester 1 – 5 untuk SMP /SMPLB dan semester 3 – 4 untuk SMA/SMK setiap mata pelajaran.
Tahun lalu, kriteria kelulusan ujian nasional minimal 5,5 (lima koma lima) adalah nilai jadi. Artinya hanya dari nilai ujian nasional saja. Tetapi tahun ini peserta didik dinyatakan lulus ujian nasional, apabila nilai rata-rata dari semua nilai akhir mencapai paling rendah 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0.
Dengan sistem ini setiap sekolah diberikan kebebasan untuk menentukan mekanisme ujian sekolah yang akan menjadi salah satu angka penunjang kelulusan dan digabung dengan nilai ujian nasional
Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi upaya-upaya kecurangan yang dilakukan siswa maupun guru dalam pelaksanaan ujian nasional karena ujian nasional ini bukan lagi satu-satunya penentu kelulusan seorang peserta didik.
Tetapi yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah guru harus valid, adil, dan objektif dalam memberikan penilaian kepada siswa serta tanggung jawab moral yang diemban guru, dan kejujuran dari pihak sekolah dalam memberikan nilai kepada siswa didiknya. Hal tersebut karena sekolah juga jadi penentu kelulusan siswa didiknya.
Walaupun dalam setiap kebijakan selalu ada celah yang bisa dilakukan untuk membantu kelulusan siswa, di antaranya pendongkrakan nilai yang dilakukan sekolah, tentunya bukan peran serta seperti ini yang diharapkan terjadi. Penyediaan fasilitas yang membantu belajar siswa salah satunya penyediaan internet sehingga siswa dapat mencari informasi tentang soal-soal ujian nasional dan pemecahannya, serta informasi terbaru tentang kriteria kelulusan, dan lain sebagainya. Selain, bimbingan belajar yang intensif, memberi siraman rohani untuk mempersiapkan siswa baik secara mental maupun spiritualnya. Hal tersebut juga menjadi tanggung jawab kita bersama dalam mencapai tujuan dari sistem pendidikan nasional. Yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan sistem yang baru ini diharapkan pemerintah memberikan keleluasaan bagi setiap sekolah untuk mencapai kualitas siswa lebih baik dengan harapan agar sistem ini lebih baik dari sistem sebelumnya. Semoga.

Mitra Advertorial